Baca Juga
Siapakah sniper (petembak jitu) wanita terbaik sepanjang sejarah? Semua pengamat dan pecinta sejarah militer pasti tidak akan menolak jika namanya dialamatkan kepada Lyudmila Pavlichenko.
Seorang wanita asal Ukraina yang saat itu berkebangsaan Uni Sovyet (ketika negara ini masih ada).
Meski sampai saat ini tercatat masih banyak negara yang memperdebatkan keikutsertaan wanita dalam ketentaraan apalagi perang, ternyata Uni Sovyet sudah jauh hari melakukannya.
Ketika NAZI Jerman yang pada saat itu dipimpin oleh Hitler menginvasi Sovyet dengan berbagai alasan, pada saat itulah negara komunis tersebut memobilisasi penduduknya untuk bergabung menjadi relawan militer. Tidak perduli pria atau wanita. Tercatat ribuan wanita ternyata juga berbondong-bondong mendaftarkan diri menjadi tentara pada saat itu.
Tidak terkecuali dengan Lyudmila Mykhailivna Pavlichenko, 24 tahun, seorang gadis mahasiswa biasa yang sedang kuliah sejarah di universitas Kiev, Ukraina, juga ikut mendaftarkan diri.
Gadis ini menawarkan dirinya bergabung dengan pasukan infanteri. Awalnya proses bergabungnya Lyudmila Pavlichenko ini sempat ditolak, dan dia cenderung diarahkan sebagai perawat saja sebagaimana kebanyakan gadis lain yang bergabung. Namun setelah Pavlichenko mengeluarkan sertifikat sniper dan lencana Voroshilov Sharpshooter miliknya yang didapatnya dari klub menembak non militer OSOAVIAKhI ketika berusia 14 tahun. Akhirnya dia bisa bergabung dengan infanteri negara komunis yang sedang diinvasi ini.
Selepas lulus dari pendidikan singkat sniper, dengan menggunakan senapan Mosin-Nagant 1891/30 7,62mm (4x optical scope), Lyudmila Pavlichenko ditugaskan bersama Red Army 25th Rifle Division di dekat Odessa. Disini Pavlichenko dengan cepat sudah berhasil membunuh 187 tentara NAZI Jerman hanya dalam dua setengah bulan.
Ketika Odessa sudah dikuasai sepenuhnya oleh NAZI, ia dipindahkan tugas ke Semenanjung Krimea, tepatnya di Sevastapool. Di daerah ini, Pavlichenko menambah lagi daftar korbannya sebanyak 122 tentara NAZI.
Pernah pula di dalam sebuah pertempuran, ia menggantikan komandannya yang tewas, dan meskipun dia juga terluka, namun ia menolak untuk dievakuasi.
Dari semua catatan pertempurannya yang berhasil dikonfirmasi, ia sudah berhasil membunuh 309 tentara NAZI. Dari total korbannya, yang sangat mengesankan adalah 36 orang merupakan sniper juga dan salah satu korbannya disinyalir adalah seorang sniper Top NAZI. Meskipun tidak diketahui secara resmi nama SNIPER Top Jerman ini. Namun disinyalir dia merupakan seorang pelatih sniper yang sudah berhasil membunuh 500 orang. Kemungkinan besar adalah Heinz Thorvald, seorang Kolonel SS, pemimpin sekolah sniper Jerman di Zossen.
Pada tahun 1942, Pavlichenko terluka parah karena mortir dan akhirnya terpaksa ditarik keluar dari pertempuran sebulan setelah lukanya pulih.
Selanjutnya dia bekerja sebagai pelatih sniper di sekolah sniper di Rusia. Ketika perang berakhir Pavlichenko melanjutkan kuliah sejarahnya di Universitas Kiev. Ketika lulus ia langsung bekerja di departemen pertahanan Uni Sovyet sebagai seorang sejarawan dan peneliti militer.
Pada usia 58 tahun, tepatnya pada 10 Oktober 1974, Pavlichenko meninggal dunia. Di tahun 1943, Pavlichenko mendapatkan penghargaan tertinggi Gold Star of the Hero dan kemudian selang dua tahun sejak kematiannya, Uni Sovyet menerbitkan perangko khusus untuk mengenangnya.
Pavlichenko merupakan bagian dari 500 sniper yang selamat dari total 2000 sniper Uni Sovyet yang bertugas di Perang Dunia 2 tersebut.
Dengan total korban 309 orang, sampai saat ini rekor tersebut masih belum terpecahkan untuk seorang sniper wanita dalam sejarah.
#Dari berbagai sumber
Seorang wanita asal Ukraina yang saat itu berkebangsaan Uni Sovyet (ketika negara ini masih ada).
Meski sampai saat ini tercatat masih banyak negara yang memperdebatkan keikutsertaan wanita dalam ketentaraan apalagi perang, ternyata Uni Sovyet sudah jauh hari melakukannya.
Ketika NAZI Jerman yang pada saat itu dipimpin oleh Hitler menginvasi Sovyet dengan berbagai alasan, pada saat itulah negara komunis tersebut memobilisasi penduduknya untuk bergabung menjadi relawan militer. Tidak perduli pria atau wanita. Tercatat ribuan wanita ternyata juga berbondong-bondong mendaftarkan diri menjadi tentara pada saat itu.
Tidak terkecuali dengan Lyudmila Mykhailivna Pavlichenko, 24 tahun, seorang gadis mahasiswa biasa yang sedang kuliah sejarah di universitas Kiev, Ukraina, juga ikut mendaftarkan diri.
Gadis ini menawarkan dirinya bergabung dengan pasukan infanteri. Awalnya proses bergabungnya Lyudmila Pavlichenko ini sempat ditolak, dan dia cenderung diarahkan sebagai perawat saja sebagaimana kebanyakan gadis lain yang bergabung. Namun setelah Pavlichenko mengeluarkan sertifikat sniper dan lencana Voroshilov Sharpshooter miliknya yang didapatnya dari klub menembak non militer OSOAVIAKhI ketika berusia 14 tahun. Akhirnya dia bisa bergabung dengan infanteri negara komunis yang sedang diinvasi ini.
Selepas lulus dari pendidikan singkat sniper, dengan menggunakan senapan Mosin-Nagant 1891/30 7,62mm (4x optical scope), Lyudmila Pavlichenko ditugaskan bersama Red Army 25th Rifle Division di dekat Odessa. Disini Pavlichenko dengan cepat sudah berhasil membunuh 187 tentara NAZI Jerman hanya dalam dua setengah bulan.
Ketika Odessa sudah dikuasai sepenuhnya oleh NAZI, ia dipindahkan tugas ke Semenanjung Krimea, tepatnya di Sevastapool. Di daerah ini, Pavlichenko menambah lagi daftar korbannya sebanyak 122 tentara NAZI.
Pernah pula di dalam sebuah pertempuran, ia menggantikan komandannya yang tewas, dan meskipun dia juga terluka, namun ia menolak untuk dievakuasi.
Dari semua catatan pertempurannya yang berhasil dikonfirmasi, ia sudah berhasil membunuh 309 tentara NAZI. Dari total korbannya, yang sangat mengesankan adalah 36 orang merupakan sniper juga dan salah satu korbannya disinyalir adalah seorang sniper Top NAZI. Meskipun tidak diketahui secara resmi nama SNIPER Top Jerman ini. Namun disinyalir dia merupakan seorang pelatih sniper yang sudah berhasil membunuh 500 orang. Kemungkinan besar adalah Heinz Thorvald, seorang Kolonel SS, pemimpin sekolah sniper Jerman di Zossen.
Pada tahun 1942, Pavlichenko terluka parah karena mortir dan akhirnya terpaksa ditarik keluar dari pertempuran sebulan setelah lukanya pulih.
Selanjutnya dia bekerja sebagai pelatih sniper di sekolah sniper di Rusia. Ketika perang berakhir Pavlichenko melanjutkan kuliah sejarahnya di Universitas Kiev. Ketika lulus ia langsung bekerja di departemen pertahanan Uni Sovyet sebagai seorang sejarawan dan peneliti militer.
Pada usia 58 tahun, tepatnya pada 10 Oktober 1974, Pavlichenko meninggal dunia. Di tahun 1943, Pavlichenko mendapatkan penghargaan tertinggi Gold Star of the Hero dan kemudian selang dua tahun sejak kematiannya, Uni Sovyet menerbitkan perangko khusus untuk mengenangnya.
Pavlichenko merupakan bagian dari 500 sniper yang selamat dari total 2000 sniper Uni Sovyet yang bertugas di Perang Dunia 2 tersebut.
Dengan total korban 309 orang, sampai saat ini rekor tersebut masih belum terpecahkan untuk seorang sniper wanita dalam sejarah.
#Dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar